Rabu, 14 November 2012

LADANG MINYAK INDONESIA BANYAK DI KUASAI NEGARA ASING

MK: BP Migas Bertentangan dengan UUD 1945
Selasa, 13 November 2012 | 12:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. "Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. kementerian terkait, sampai diundangkannya undang-undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim mahfud MD saat membacakan putusan uji materi UU Migas di Jakarta, Selasa (13/11/2012).

MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Seluruh hal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dalam penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud.

MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.

Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan mengatakan, jika keberadaan BP Migas secara serta-merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum. "Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru," kata Hamdan.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...engan.UUD.1945


Mantan Menko Perekonomian Zaman Gus Dur, Rizal Ramli:
UU Migas Adalah Pesanan Asing
Rabu, 18 April 2012 00:22 WIB

lensaindonesia..com: Sejumlah tokoh dan organisasi kemasyarakatan mengajukan judicial review UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, seluruh elemen rakyat Indonesia diminta terus mengawal proses gugatan ini. Pasalnya, sejumlah pihak yang berkepentingan dengan eksisnya UU Migas pasti akan melakukan segala cara. Termasuk, dengan menggelontorkan dana sangat besar, agar judicial review kandas.

Sidang perdana judicial review UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas di MK, digelar Selasa (17/4/2012). Gugatan itu diajukan oleh sejumlah tokoh dan organisasi kemasyarakatan. Mereka antara lain Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia, Persatuan Umat Islam, Achmad Hasyim Muzadi, Amidhan, Komaruddin Hidayat, Salahuddin Wahid, dan lainnya. Mereka minta MK membatalkan UU tersebut secara
keseluruhan karena bertentangan dengan UUD 1945. “Nilai-nilai yang terkandung dalam UU Migas bertentangan dengan semangat pasal 33 UUD 45. UU ini memberi peluang dan dominasi asing untuk menguras dan mengeruk sumber daya alam (SDA) kita. Sehingga, menyengsarakan rakyat. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM yang ditentang rakyat beberapa waktu lalu itu, hanyalah ekses dari UU Migas ini. Untuk itu, kita minta MK membatalkannya, lalu kita ganti dengan UU
yang berpihak pada kepentingan rakyat,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.

Senada dengan itu, tokoh perubahan nasional Rizal Ramli menyatakan, pasal 33 UUD 1945 sudah sangat jelas menyebutkan bumi, air, dan kekayaan di dalamnya dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun, UU Migas justru mengecilkan peranan negara dan diserahkan kepada swasta. Gugatan ke MK ini akan menjadi tonggak kemandirian ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia. Sehingga, rakyat bisa benar-benar sejahtera, sebagaimana yang dicita-citakan para founding fathers. “Saya menyambut baik dan mendukung penuh upaya Pak Din Syamsuddin dan tokoh-tokoh lainnya untuk menggugat UU Migas yang sangat liberal ini. Kita harus menang. Setelah itu, kita punya kesempatan menyusun UU Migas dan sumber daya alam yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat. Memang sudah menjadi tugas negara untuk mengoptimalkan SDA yang dianugrahkan Allah Yang Maha Kuasa untuk mensejahterakan rakyatnya,” papar Rizal Ramli yang juga Ketua Aliansi Rakyat Untuk Perubahan.

Rizal Ramli yang juga mantan Menko Perekonomian mengingatkan, bahwa gugatan UU Migas akan sangat mengganggu kepentingan sejumlah pihak yang selama ini diuntungkan. Mereka adalah perusahaan-perusahaan migas asing, domestik, dan para pejabat yang selama ini mengeruk manfaat lewat KKN. Sehubungan dengan itu, mereka pasti akan mengerahkan segala cara untuk menggagalkan gugatan ini. Mereka akan menggiring opini, seolah-olah akan berbahaya jika UU Migas dibatalkan. Misalnya, anjloknya kepercayaan investor asing, hancurnya kredibilitas Indonesia di mata dunia, melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan lainnya.

RUU Migas sebenarnya pernah ditolak DPR saat pertama kali diajukan ketika Menteri Pertambangan dan Energi dijabat Kuntoro Mangkusubroto. Saat itu selaku penasehat ekonomi DPR, ECONIT memberi masukan tentang bahayanya RUU Migas sehingga akhirnya ditolak DPR. Namun setelah Presiden Abdurrahman Wahid dijatuhkan, RUU itu kembali diajukan. Karena negara sedang disibukkan transisi kekuasaan dari Gus Dur ke Megawati, tidak beberapa lama, RUU itu telah disahkan menjadi UU. “Waktu itu kepada DPR saya jelaskan, RUU ini adalah pesanan asing. Bahkan, draft-nya pun disusun asing. Mana ada orang asing yang menyusun RUU yang akan menguntungkan rakyat Indonesia. Mereka pasti lebih mengutamakan kepentingdan korporasinya sendiri. Dari sini saja, UU Migas memang layak dibatalkan,” jelas Rizal Ramli yang juga pendiri ECONIT
http://www.lensaindonesia..com/2012/...nan-asing.html

Anggota DPR Fraksi PDIP, Eva Sundari:
Asing Intervensi 76 Undang-undang
Jum''at, 20 Agustus 2010 | 16:27 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta --Anggota DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, ada campur tangan asing terlibat dalam penyusunan puluhan undang-undang di Indonesia. "Ada 76 undang-undang yang draft-nya dilakukan pihak asing," kata Eva saat dihubungi Tempo, Jumat (20/8). Eva mengatakan, temuan ini diperolehnya dari sumber Badan Intelijen Negara. Puluhan UU dengan intervensi asing itu dilakukan dalam 12 tahun pasca reformasi. Inti dari intervensi ini adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Contohnya, UU tentang Migas, Kelistrikan, Pebankan dan Keuangan, Pertanian, serta sumber Daya Air.

Menurut dia, semua undang-undang tersebut adalah usulan pemerintah. "Tidak ada yang dari DPR," kata politikus PDIP ini. Eva menyesalkan mengapa pemerintah lebih mengakomodasi kepentingan asing dalam undang-undang tersebut. Padahal, pemerintah telah berpengalaman selama 65 tahun kemerdekaan. "Di sana juga berkumpul orang-orang pinter," ujarnya.

Eva mengakui meskipun pada akhirnya undang-undang tersebut juga dibahas bersama di DPR, kalangan Dewan tidak bisa banyak diharapkan mencegah intervensi asing itu. "Secara kapasitas, kapabilitas, belum balancing antara DPR dengan pemerintah," ujarnya." Apalagi kebanyakan anggota Dewan adalah orang baru yang mungkin belum terlalu berpengalaman." Menurut Eva, akibat intervensi itu telah dirasakan masyarakat kini. Contohnya, dalam industri perbankan dan pertanian. Di industri perbankan, aset bank nasional masih miskin. Pada bidang pertanian, nasib petani makin rentan. "Kita sangat tergantung pada impor akibat liberalisasi yang dilakukan," ujarnya.
http://www.tempo.co/read/news/2010/0...-Undang-undang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar