Selasa, 24 Mei 2011

Setitis Air Mata Seulas Senyuman

Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak.
Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa.
Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.
Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman rahsia kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi.
Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada tuhan.
Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati;
Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.
Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.
Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang.
Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis daripada melodi yang termanis.
Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur, memeluk kerinduannya.
tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.
Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan.
Setitis airmata dan seulas senyuman.
Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal mega.
Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi bahasa, jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran sungai dan kembali ke laut, rumahnya.Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan.
Bagai setitis airmata seulas senyuman.
Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih besar, bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas pergunungan dukacita dan dataran kebahagiaan.
Menuju samudera cinta dan keindahan – kepada Tuhan.

............... Khalil Gibran............

Kata mutiara khalil ghibran

Suara Kehidupanku
Suara kehidupanku memang tak akan mampu menjangkau telinga kehidupanmu; tapi marilah kita cuba saling bicara barangkali kita dapat mengusir kesepian dan tidak merasa jemu.

Keindahan Kehidupan
Keindahan adalah kehidupan itu sendiri saat ia membuka tabir penutup wajahnya. Dan kalian adalah kehidupannya itu, kalianlah cadar itu. Keindahan adalah keabadian yag termangu di depan cermin. Dan kalian; adalah keabadian itu, kalianlah cermin itu.




Rumah
Rumahmu tak akan menjadi sebuah sangkar, melainkan tiang utama sebuah kapal layar.

Puisi
Puisi bukanlah pendapat yang dinyatakan. Ia adalah lagu yang muncul daripada luka yang berdarah atau mulut yang tersenyum.

Nilai
Nilai dari seseorang itu di tentukan dari keberaniannya memikul tanggungjawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.

Penderitaan
Penderitaan yang menyakitkan adalah koyaknya kulit pembungkus kesedaran- seperti pecahnya kulit buah supaya intinya terbuka merekah bagi sinar matahari yang tercurah.
Kalian memiliki takdir kepastian untuk merasakan penderitaan dan kepedihan. Jika hati kalian masih tergetar oleh rasa takjub menyaksikan keajaiban yang terjadi dalam kehidupan, maka pedihnya penderitaan tidak kalah menakjubkan daripada kesenangan.
Banyak di antara yang kalian menderita adalah pilihan kalian sendiri – ubat pahit kehidupan agar manusia sembuh dari luka hati dan penyakit jiwa. Percayalah tabib kehidupan dan teguk habis ramuan pahit itu dengan cekal dan tanpa bicara.

Sahabat
Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.

Sabtu, 21 Mei 2011

Selasa, 17 Mei 2011

POLESAN SEJARAH SINGKAT SRIWIJAYA FC

Sabtu, 23
Oktober 2010 .
Sriwijaya FC

genap berusia
6 tahun.
Selama itu
pula, 6 tropi
sudah
dipersembahkan
Laskar Wong
Kito (julukan
Sriwijaya FC).
Yaitu satu
divisi utama
2007, tiga Piala
Indonesia

(2007, 2008/09, dan 2009/10), satu Inter Island
Cup 2010, dan satu Community Shield 2010.
Diluar itu, ada dua tropi Fair Play. Yaitu versi
Indonesia Super League 2009/10 dan versi
Jawapos 2007. Tak ketinggalan, beberapa tropi
dan award pribadi. Yaitu the Best Player (Zah
Rahan, Obiora Richard, dan Keith Kayamba
Gumbs), the best coach versis ISL dan Jawapos
( Rahmad Darmawan), dan the best keeper (Ferry
Rotinsulu) versi Jawapos.
Dalam perjalannya, Sriwijaya mengalami
beberapa fase sulit. Diawal, sempat akan
terdegradasi. Namun, pelan tapi pasti, kuku
Sriwijaya mulai tertancap dalam dipentas
sepakbola Indonesia hingga ke level Asia.
1) Sebelum ditake over, Sriwijaya FC dulunya
bernama Persijatim Solo FC. Yaitu tim dari Jakarta
Timur yang nomaden. Mulai berhome base di
Lapangan Bea Cukai, Kuningan, Jakarta Timur.
Hingga terusir di Solo karena tidak ada biaya dan
diambang bangkrut.
2) Persijatim akhirnya dibeli Pemprov Sumsel.
Namanya pun diubah menjadi Sriwijaya FC,
mengacuh pada kebesaran kerajaan Sriwijaya
yang menjadi simbol kebesaran penguasa
Nusantara dan Asia. Beberapa pemainnya saat itu
diantaranya Ferry Rotinsulu, Greg Nwokolo,
Modestus Setiawan, Eka Ramdani, Harry Salisburi,
dan Maman Abdurrahman. Ada juga Wijay dan
Toni Sucipto yang menjadi pelapis saat itu. Jersey
Persijatim berwarna Merah dengan celana Hitam.
3) Musim pertama di Palembang (2005),
Sriwijaya FC bukan apa-apa. Coach Erick William
(asal Australia), tidak mampu mengangkat pamor
Sriwijaya hingga sempat diambang degradasi.
Padahal, ada beberapa pemain yang cukup
menonjol saat itu. Diantaranya Hernan Ariel,
Andre Amagazih, hingga Zoalang. Jersey
Sriwijaya Fc saat itu berwarna Hijau tua. Dimasa
kepelatihan Erick, pemain asli Sumsel cukup
dominan. Diantaranya Fauzi, Wenzi, Jarot,
Septarianto, dan Aang.
4) Erick William akhirnya digantikan Jenny
Wardin. Tak lama kemudian, diganti oleh Suimin
Diharja, pelatih kampung yang pernah
menukangi PSMS Medan. Sejumlah pemain asing
didatangkan untuk memperkuat Sriwijaya. Yaitu
Emeke Okoye, Stephen Mennoch, Antoni
Ihnibong, dan Patricio Jemenez. Untuk talenta
lokal, ada Andi Odang, dan Nico Susanto. Diparuh
musim kedua, dua pemain asing dibidik lagi
menggantika Emeka, Antoni, dan Mennoch. Yaitu
Tarik el Janabby, Frank Seator, dan Bradley Scott.
5) Ditangan Suimin, Sriwijaya akhirnya lepas dari
jerat degradasi. Euforia lolos degradasi saat itu,
melebihi suka cita Persipura yang menjadi juara.
Sriwijaya finish urutan ke-6. Sejak saat itu, nama
Sriwijaya mulai dikenal karena telah menunjukkan
konsistensinya. Maksudnya, tidak menyandang
status tim besar, tapi bisa menjadi batu
sandungan bagi tim-tim besar saat itu. Jersey
utama Sriwijaya FC saat itu kuning

6) Era Suimin telah berakhir. Toh begitu, dia
mendapat tempat spesial dihati para fans. Setiap
kali kembali ke Jakabaring, Suimin selalu
mendapat standing ovation. Empat tim
dipolesnya selepas dari Sriwijaya FC. Yaitu
Persikabo Bogor, PSMS Medan, Persitara, dan kini
Persijap Jepara. Dia dijuluki pelatih spesialis anti
degradasi.
7) Sriwijaya FC menatap musim 2007 dengan
sejuta optimistis. Media ikut dilibatkan dalam
memberi masukan tentang pelatih yang akan
direkrut. Sejumlah nama dibidik. Mulai dari Daniel
Roekito, Bonggo Pribadi, Sutan Harhara, Jaya
Hartono, Yusack Sutanto dan Mustakiem. Pada
akhirnya, muncul dua nama kandidat kuat. Yaitu
Danurwindo dan Rahmad Darmawan. Rahmad
Darmawan akhirnya terpilih. Dia direkrut diam-
diam disaat masih menukangi Persija Jakarta.
Pemain bintang banyak direkrut. Mulai dari Obiora
Richard, Zah Rahan, Carlos Renato, dan Keith
Kayamba, dan Christian Lenglolo. Bintang lokal,
juga beralih ke Sriwijaya. Diantaranya Charis
Yulianto, Isnan Ali, Ambrizal, Cristian Worabay
dan Benben Berlian. Hasilnya, sungguh luar biasa.
Sriwijaya langsung merebut dua tropi saat itu
(double winner). Yaitu juara divisi utama
(sekarang ISL) dan Copa Dji sam Soe(sekarang
Piala Indonesia).Zah Rahan, Ferry Rotinsulu dan
rahmad Darmawan meraih award terbaik
diposisinya. Jersey Sriwijaya berwarna kuning
dengan motif songket Palembang di lengannya.

8) Untuk musim 2008/09, Rahmad Darmawan
kembali dipercaya sebagai pelatih. Beberapa
perubahan komposisi pemain dilakukannya.
Diantaranya Cristian Lenglolo yang hengkang ke
Persema diganti Ngon a Djam. Selain di Liga dan
Copa, Sriwijaya juga tampil untuk kali pertama di
level asia, yaitu Liga Champion Asia. Tiga lawan
tangguh saat itu adalah Gamba Osaka (Jepang),
Shandong Luneng taishan (China), dan Seoul FC
(Korsel). Namun, hanya sebatas babak utama
(hanya 32 besar). Sriwijaya tetap konsisten dilevel
lokal dengan menjadi juara Copa Indonesia untuk
kali kedua. Obiora Richard menjadi the best
player-nya. Sementara, di liga harus puas finish
uratan ke-5. Jersey Sriwijaya tetap kuning motif songket.

9) Lagi-lagi, Rahmad Darmawan tetap dipercaya
sebagai pelatih. Itu bagian dari apresiasi atas
jasanya “meledakkan” nama Sriwijaya diblantika
sepakbola Indonesia. Tampil di 3 kompetisi (Liga,
Copa, dan AFC cup), membuat Sriwijaya makin
berbenah. Sejumlah amunisi didatangkan.
Diantaranya Hendro Kartiko, Ponaryo Astaman,
Arif Suyono, dan Rahmat Rivai. Untuk pemain
asia, ada Precious Emuejeraye dan Pavel
Solomin. Di AFC cup, Sriwijaya tampil beringas.
Victory FC (Maladewa), Binh Duong (Vietnam),
dan Selangor (Malaysia) dipangkas Sriwijaya.
Namun, Sriwijaya akhirnya hanya sebatas babak
16 besar setelah tumbang di Jakabaring oleh
raksasa Thailand, Thai Port FC. Isnan Ali dan
kawan-kawan tak mampu membendung air
matanya. Dikompetisi lokal, Sriwijaya merebut
kembali tropi Copa (Piala Indonesia) untuk kali
ketiga (hattrick). Keith Kayamba menjadi the best
playernya. Namun, diliga SFC justru tergelincir di
posisi ke-8. Jersey Sriwijaya tetap kuning tanpa  motif songket.

10) Era Rahmad telah berakhir. Pria asal
Lampung, digantikan pelatih asal Bulgaria, Ivan
venkov Kolev. Jersey kuning Sriwijaya kembali ke
motif Songket Palembang. Kedatangan Kolev
awalnya kontroversial. Alasannya kurang
berprestasi. Namun, dia pernah menukangi
timnas dan menjadi runner up AFF cup (dulu
piala Tiger) 2002 dan runner up Liga Indonesia
2000 bersama Persija. Mayoritas pemain
dirombak.
Ada 3 asing non Asia. Yaitu Claudiano
Alves, Thierry Gatuessy, dan Keith Kayamba.
Untuk asia, ada Park Jung-Hawan dan Yong Ji-Mu.
Bintang lokal yang menjadi anak buah Kolev pada
piala Asia 2007 lalu, juga didatangkan.
Diantaranya Supardi Nasir, Mahyadi Panggabean,
Ahmad Juprianto, Firman Utina, dan M Ridwan.
Ada juga talenta baru seperti Oktavianus Maniani.
Hasilnya, Sriwijaya langsung menggebrak di saat
kompetisi belum dimulai (pra musim). Yaitu
dengan menjadi juara Inter Island Cup 2010 dan
Community Shield 2010).