Selasa, 16 November 2010

Adi Warsito
 Lihat Profil
    Jadikan teman    Kirim Pesan
   Guru Fisika di sekolah menengah yang suka membaca dan menulis  Terjadinya Pulau Sulawesi (1) OPINI
  Adi Warsito |  16 Juli 2010  |  19:55  81  2 1 dari 2 Kompasianer menilai Bermanfaat.
“Pada mulanya belum ada Sulawesi. Yang
 ada hanyalah laut di antara dua pulau. Lalu kedua pulau itu bertabrakan. Maka jadilah pulau Sulawesi. Itu sebabnya pinggangnya bergunung-
gunung, banyak sungai, dan banyak besi, banyak emas” Begitulah
 kata-kata orang tua (pakada tomatua). Mitologi Toraja lain lagi, dalam mitologi toraja digambarkan bahwa penutup bumi dulunya terlalu kecil, sehingga para dewata mengurut-urut bola bumi, supaya bajunya pas. Tahu-tahu, kebesaran, sehingga terjadilah kerut-kerut dan lipatan-lipatan yang merupakan asal usul gunung gunung. Profesor John A. Katili, ahli geologi Indonesia yang merumuskan geomorfologi Pulau Sulawesi  bahwa terjadinya Sulawesi akibat tabrakan dua pulau (Sulawesi bagian Timur dan Sulawesi bagian Barat) antara 19 sampai 13 juta tahun yang lalu, terdorong oleh tabrakan antara lempeng benua yang merupakan fundasi Sulawesi Timur bersama Pulau-Pulau Banggai dan Sula, yang pada gilirannya merupakan bagian dari lempeng Australia, dengan Sulawesi Barat yang selempeng dengan pulau-pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra, Sulawesi menjadi salah satu wilayah geologis paling rumit di dunia. Sederhananya boleh dikata bahwa busur Sulawesi Barat lebih vulkanis, dengan banyak gunung berapi aktif di Sulawesi Utara dan vulkan mati di Sulawesi Selatan. Sedangkan busur Sulawesi Timur, tidak ada sisa-sisa vulkanisme, tapi lebih kaya mineral. Sumber-sumber minyak dan gas bumi dari zaman Tertiary tersebar di kedua busur itu, terutama di Teluk Tomini, Teluk Tolo, Teluk Bone, serta di Selat Makassar. Perbedaan geomorfologi kedua pulau yang bertabrakan secara dahsyat itu menciptakan topografi yang bergulung gulung, di mana satu barisan gunung segera diikuti barisan gunung lain, yang tiba-tiba dipotong secara hampir tegak lurus oleh barisan gunung lain. Kurang lebih seperti kalau taplak meja disorong dari beberapa sudut dan arah sekaligus.Makanya jarang kita bisa mendapatkan pemandangan seperti di Jawa, Sumatera, atau Kalimantan, di mana gununggunung seperti kerucut dikelilingi areal persawahan atau hutan sejauh mata memandang. Kecuali di Sulawesi Selatan (itupun di selatan Kabupaten Enrekang), kita sulit menemukan hamparan tanah pertanian yang rata. Sederhananya, Sulawesi adalah pulau gunung, lembah, dan danau, sementara dataran yang subur, umumnya terdapat di sekeliling danau-danau yang bertaburan di keempat lengan pulau Sulawesi. Ekologi yang demikian ikut menimbulkan begitu banyak kelompok etno-linguistik. Setiap kali satu kelompok menyempal dari kelompok induknya dan berpindah menempati sebuah lembah atau dataran tinggi di seputar danau, kelompok itu terpisah oleh suatu benteng alam dari kelompok induknya, dan lewat waktu puluhan atau ratusan tahun, mengembangkan bahasa sendiri. Geomorfologi yang khas ini menyebabkan pinggang Sulawesi Tana Luwu dan Tana Toraja di provinsi Sulawesi Selatan, bagian selatan Kabupaten Morowali, Poso, dan Donggala di provinsi Sulawesi Tengah, dan bagian pegunungan provinsi Sulawesi Barat sangat kaya dengan berbagai jenis bahan galian.Batubara terdapat di sekitar Enrekang, Makale, dan Sungai Karama. Juga di Sulawesi Barat sebelah utara, di mana terdapat tambang batubara dan banyak jenis logam tersebar di berbagai pelosok Sulawesi. Tembaga dan nikel terdapat di sekitar Danau-Danau Matano, Mahalona dan Towuti. Bijih besi bercampur nikel, yang diduga berasal dari meteor, memungkinkan lahirnya pandai besi di lembah-lembah Rampi, Seko dan Rompong di hulu Sungai Kalaena (Luwu Utara) dan di Ussu, dekat Malili (Luwu Timur), yang ilmunya ditularkan ke pandai besi asal Toraja, yang selanjutnya menularkannya ke pandai besi Bugis. Guratan besi-nikel itu dikenal sebagai pamor Luwu atau pamor Bugis oleh empu penempa keris di Jawa, dan membuat Kerajaan Luwu kuno dikenal sebagai pengekspor besi Luwu. Di masa kini, salah satu pusat konsentrasi pandai besi Toraja letaknya di lereng Sesean, gunung tertinggi di Tana Toraja. Bijih emas pun banyak terdapat di pinggang Sulawesi, karena biasanya mengikuti keberadaan bijih tembaga. (Dari berbagai Sumber)  
Alfonsus Simalango
 
Friday, January 8, 2010
GEOMORFOLOGI (DACCIPONG???)
 
BAB I

PENDAHULUAN
 I.1 LATAR BELAKANG Daerah Geologi daerah Barru, Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang memiliki kapasitas yang baik dalam mengenal ilmu geologi. Pada daerah tersebut terdapat banyak morfologi serta bentukan alam yanh dapat diamati serta dipelajari secara langsung. Namun kurang pengetahuan warga sekitar akan hal tersebut membuat para ahli geologi harus melakukan penelitian tersebut agar masyarakat dapat mengamati dan mempelajarinya, sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat. Sebagai salah satu contoh dari penelitian tersebut ialah dengan adanya kegiatan penelitian dari para mahasiswa di daerah Barru, Sulawesi Selatan. Dimana para mahasiswa geologi harus dapat memecahkan fenomena serta kejadian geologi yang ada di daerah tersebut, seperti dengan mengambil beberapa data geologi yang ditemukannya yang akan dituangkan dalam bentuk laporan. Oleh karena itu dilakukanlah penelitian geomorfologi pada daerah ini sebagai bentuk palikasi atau praktek dari teori ilmu yang telah didapatkan, yakni pada daerah Dacipong Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. I.2 MAKSUD DAN TUJUAN Adapun maksud dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengaplikasikan segala ilmu yang telah didapatkan khususnya mengenai morfologi daerah Dacipong, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Tujuannya ialah untuk mengetahui segala bentuk kenampakan alam yang ada pada daerah Dacipong, Sulawesi Selatan. 
BAB II

PEMBAHASAN
 Pada penelitian kali ini terdapat 3 lintasan yang dilalui. 1. Lintasan I Lintasan ini dimulai dari kampus UNHAS (Makassar) kemudian menuju Maros dan Pangkep dimana terdapat kenampakan dalam berupa perbukitan yang membulat. Perbukitan ini disusun oleh batugamping, imana bentuk tersebut disebabkan oleh pengaruh struktur serta erosi yang telah berlangsung. Selanjutnya disebelah kiri terdapat kenampakan laut dan disebelah kanannya terdapat kenampakan perbukitan yang mendapat pengaruh vulkanisme hal ini dikaitkan dengan adanya brekasi vulkanik aglo,erat. Kemudian pada daerah perbatasan menuju daerah Dacipong dijumpai adanya perbedaan tinggi suatu penggunungan yakni pada bagian kiri terdapat pegunungan yang tinggi, sedangkan pada bagian kanan sebaliknya, dan di sepanjang daerah ini dijumpai batuan beku ultra basa peridotie, batuan beku asam dasite, dengan keadaan soil yang tebal serta vegetasi yang tinggi. 2. Lintasan II Lintasan ini dimulai dari Dacipong (kampus lapangan) menuju sungai Watu dan kembali ke kampus lapangan. Pada perjalanan dari Dacipong ke Sungai Watu dijumpai pegunungan yang tidak begitu tinggi dengan tingkat vegetasi yang tinggi serta soil yang tebal. Daerah sekitar ini dimanfaatkan sebagai area persawahan dan pemukiman penduduk. Sungai Watu termasuk sungai berstadia dewasa, yakni terdapat banyak kelokan dan tepinya memiliki banyak endapan dengan tingkat erosi yang cukup tinggi. Adapun singkapan yang terdapat pada daerah ini ialah batuan beku asam granodiorit yang berupa bongkahan besar, kemudian singkapan batugamping batuan sedimen klastik yang memiliki struktur slum. Dimana batuan ini mengalami silifikasi yakni perubahan komposisi kimia dimana beraksi saat ditetesi larutan HCl. Adapun tata guna lahan daerah tersebut ialah sebagai area pemukiman dan sebagai lahan persawahan. 3. Lintasan III Lintasan ini dimulai dari Dacipong menuju Bulu Salebbi kemudian menyusuri Sungai Dengenge dan Sungai Lagola, Bulu Botosowa dan kembali ke Dacipong ( kampus lapangan). Perjalanan dari Dacipong menuju Bulu Salebbi, dijumpai perbukitan yang tinggi di sebelah kanan sedangkan pada bagian kiri sebaliknya yakni Bulu Botosowa dan Bulu Salebbi. Pada jalur ini dijumpai berbagai macam litologi seperti batugamping fosilan karena terdapat fosil didalam pembentukannya. Kemudian ditemukannya Semicoal atau Batubara muda dengan tingkat pelapukan yang tinggi, vegetasi tinggi serta keaaan soil yang cukup tebal. Selanjutnya terdapat litologi batuan beku asam trachyt yang berasal dari proses kristalisasi magma yang kemudian mengalami intrusi. Dijumpai 2 perbukitan dengan litologi yang berbeda yakni bukit dengan litologi batuan beku dan gamping serta relief pedataran antara bukit tersebut. Kemudian di sepanjang Sungai Dengenge dan Lagola terdapat litologi yang berbeda-beda yakni batuan beku, sedimen, metamorf dengan karateristik berbeda, misalnya sekis muscovit dah phylite. Dimana sekis Muscovite terbentuk dar proses metamorfisme regional dimana faktor suhu dan tekanan memiliki peranan dalam pembentukannya, sedangkan phylite merupakan ubahan dari mineral-mineral lempung.  Tingkat pelapukan pada Sungai Dengenge dan Lagola tergolong tinggi dan termasuk dalam stadia dewasa. Pada Sungai Lagola dijumpai singkapan batuan sedimen konglomerat dmana perlapisannya terdiri dari material halus hingga kasar. Selanjutnya Bulu Botosowa merupakan bukit yang memiliki bermacam-macambatuan seperti batuanpasir dan trachyt dengan tinggi yang sedang, tingkat pelapukan tinggi serta vegetasi yang tinggi.   BAB III

KESIMPULAN
 Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian morfologi pada daerah Dacipong Kabupaten Barru Sulawesi Selatan ialah bahwa pada daerah ini terdapat berbagai macam relief, baik dalam bentuk pegunungan, bukit, maupun sungainya. Serta berbagai macam litologi di dalamnya seperti batuan beku, sedimen dan metamorf serta berbagai bentuk data geomorfologi seperti tata guna lahan, tingkat pelapukan, vegetasi, soil, dan sebagainya.  
Kata Pengantar
 Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan laoran ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Morfologi daerah Dacipong dan sekitarnya, dimana daerah ini merupakan daerah penelitian study geomorfologi.  Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Makassar, 26 November 2009 Penyusun

Bagaimana Pulau Sulawesi Memiliki Keunikannya Yang Sekarang?
Terjadinya Pulau Sulawesi :
“Pada mulanya belum ada Sulawesi. Yang
 ada hanyalah laut di antara dua pulau. Lalu kedua pulau itu bertabrakan. Maka jadilah pulau Sulawesi. Itu sebabnya pinggangnya bergunung-
gunung, banyak sungai, dan banyak besi, banyak emas” Begitulah
 kata-kata orang tua (pakada tomatua). Mitologi Toraja lain lagi, dalam mitologi toraja digambarkan bahwa penutup bumi dulunya terlalu kecil, sehingga para dewata mengurut-urut bola bumi, supaya bajunya pas. Tahu-tahu, kebesaran, sehingga terjadilah kerut-kerut dan lipatan-lipatan yang merupakan asal usul gunung gunung. Profesor John A. Katili, ahli geologi Indonesia yang merumuskan geomorfologi Pulau Sulawesi bahwa terjadinya Sulawesi akibat tabrakan dua pulau (Sulawesi bagian Timur dan Sulawesi bagian Barat) antara 19 sampai 13 juta tahun yang lalu, terdorong oleh tabrakan antara lempeng benua yang merupakan fundasi Sulawesi Timur bersama Pulau-Pulau Banggai dan Sula, yang pada gilirannya merupakan bagian dari lempeng Australia, dengan Sulawesi Barat yang selempeng dengan pulau-pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra, Sulawesi menjadi salah satu wilayah geologis paling rumit di dunia. Sederhananya boleh dikata bahwa busur Sulawesi Barat lebih vulkanis, dengan banyak gunung berapi aktif di Sulawesi Utara dan vulkan mati di Sulawesi Selatan. Sedangkan busur Sulawesi Timur, tidak ada sisa-sisa vulkanisme, tapi lebih kaya mineral. Sumber-sumber minyak dan gas bumi dari zaman Tertiary tersebar di kedua busur itu, terutama di Teluk Tomini, Teluk Tolo, Teluk Bone, serta di Selat Makassar. Perbedaan geomorfologi kedua pulau yang bertabrakan secara dahsyat itu menciptakan topografi yang bergulung gulung, di mana satu barisan gunung segera diikuti barisan gunung lain, yang tiba-tiba dipotong secara hampir tegak lurus oleh barisan gunung lain. Kurang lebih seperti kalau taplak meja disorong dari beberapa sudut dan arah sekaligus.Makanya jarang kita bisa mendapatkan pemandangan seperti di Jawa, Sumatera, atau Kalimantan, di mana gununggunung seperti kerucut dikelilingi areal persawahan atau hutan sejauh mata memandang. Kecuali di Sulawesi Selatan (itupun di selatan Kabupaten Enrekang), kita sulit menemukan hamparan tanah pertanian yang rata. Sederhananya, Sulawesi adalah pulau gunung, lembah, dan danau, sementara dataran yang subur, umumnya terdapat di sekeliling danau-danau yang bertaburan di keempat lengan pulau Sulawesi. Ekologi yang demikian ikut menimbulkan begitu banyak kelompok etno-linguistik. Setiap kali satu kelompok menyempal dari kelompok induknya dan berpindah menempati sebuah lembah atau dataran tinggi di seputar danau, kelompok itu terpisah oleh suatu benteng alam dari kelompok induknya, dan lewat waktu puluhan atau ratusan tahun, mengembangkan bahasa sendiri. Geomorfologi yang khas ini menyebabkan pinggang Sulawesi Tana Luwu dan Tana Toraja di provinsi Sulawesi Selatan, bagian selatan Kabupaten Morowali, Poso, dan Donggala di provinsi Sulawesi Tengah, dan bagian pegunungan provinsi Sulawesi Barat sangat kaya dengan berbagai jenis bahan galian.Batubara terdapat di sekitar Enrekang, Makale, dan Sungai Karama. Juga di Sulawesi Barat sebelah utara, di mana terdapat tambang batubara dan banyak jenis logam tersebar di berbagai pelosok Sulawesi. Tembaga dan nikel terdapat di sekitar Danau-Danau Matano, Mahalona dan Towuti. Bijih besi bercampur nikel, yang diduga berasal dari meteor, memungkinkan lahirnya pandai besi di lembah-lembah Rampi, Seko dan Rompong di hulu Sungai Kalaena (Luwu Utara) dan di Ussu, dekat Malili (Luwu Timur), yang ilmunya ditularkan ke pandai besi asal Toraja, yang selanjutnya menularkannya ke pandai besi Bugis. Guratan besi-nikel itu dikenal sebagai pamor Luwu atau pamor Bugis oleh empu penempa keris di Jawa, dan membuat Kerajaan Luwu kuno dikenal sebagai pengekspor besi Luwu. Di masa kini, salah satu pusat konsentrasi pandai besi Toraja letaknya di lereng Sesean, gunung tertinggi di Tana Toraja. Bijih emas pun banyak terdapat di pinggang Sulawesi, karena biasanya mengikuti keberadaan bijih tembaga. (Dari berbagai Sumber) Pada masa-masa awal sejarahnya, bumi konon hanya terdiri dari satu benua saja, yaitu super-benua Pangea. Kira-kira 240 juta tahun yang lalu, super-benua ini pecah menjadi dua bagian, yakni Laurasia di bagian utara dan Gondwana di bagian selatan. Gondwana kemudian pecah menjadi beberapa bagian, diantaranya ada yang menjadi benua Australia. Kemudian, pinggiran utara benua Australia juga pecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil yang hanyut kesana-kemari. Kira-kira 26 juta tahun lalu ada dua potongan dari pecahan ini yang siap untuk membentuk pulau Sulawesi, yaitu potongan Sulawesi Barat (sekarang semenanjung utara dan selatan) dan potongan Sulawesi Timur (sekarang semenanjung tenggara dan tengah). Potongan Sulawesi Timur kemudian melengkung menjadi seperti mata panah yang tajamnya mengarah ke barat, lalu menabrak potongan Sulawesi Barat di bagian tengahnya. Akibatnya, potongan Sulawesi Barat ikut melengkung dan kedua potongan ini membentuk pulau Sulawesi sebagaimana yang kita lihat sekarang. Sewaktu terlepas dari Australia, potongan Sulawesi barat yang masih menyatu dengan bakal pulau Sumatera dan Kalimantan sekarang pernah hanyut dan bersentuhan dengan benua Asia. Akibatnya antara lain adalah berpindahnya binatang dan tumbuhan Asia yang sedang berevolusi ke potongan Sulawesi Barat. Sementara, potongan Sulawesi Timur sendiri merupakan potongan yang terlepas dari Irian (yang menyatu dengan benua Australia). Tentu saja potongan ini membawa tumbuhan dan binatang Australia. Dengan demikian, Sulawesi yang sekarang mewarisi fauna-flora Asia maupun Australia. Anoa (Bubalus spp.) dan Monyet (Macaca spp.) adalah contoh binatang-binatang yang nenek moyangnya berasal dari Asia. Anoa konon berasal dari sejenis kerbau Asia yang tiba di Sulawesi sekitar beberapa juta tahun lalu. Sementara nenek moyang Monyet sulawesi, yang diperkirakan berasal dari sejenis monyet di Kalimantan. Sebaliknya, Kuskus beruang (Ailurops ursinus) dan Kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis) merupakan contoh binatang-binatang yang bercikal bakal Australasia. Di Sulawesi, jenis-jenis ini mengalami pengucilan (terpisah dari populasi asalnya) dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Ini membuat mereka menjadi jenis-jenis anoa, monyet dan kuskus seperti yang kita lihat sekarang, dan masing-masing mereka tidak saja berbeda dengan nenek moyangnya, tapi juga berbeda dengan kerabat-kerabatnya yang ada di Asia sekarang. Semua proses di atas menjadikan keragaman hayati Sulawesi dewasa ini kaya dan unik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar