Minggu, 26 Mei 2013

jalur gunung api


Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi (lithospher) atau di permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan yang kurang lebih 80% adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih 0,32% dari volume bumi. Setiap daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan – batuan ang bermacam – macam. Dari sejumlah batuan yang memiliki ciri khas yang berbeda – beda terangkum dalam sebuah lempeng – lempeng yang tersebar di seluruh dunia. Lempeng – lempeng di permukaan bumi bersifat dinamis, karena adanya perbedaan perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang tak dapat dipungkri adanya.
Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut juga lithosphere. Atau menjelaskan tentang gerakan bumi dengan skala besar dari lithoepher bumi. Teori yang meliputi konsep-konsep lama (kontinental drift) dikembangkan selama satu setengah abad sejak abad ke-20 oleh Alfred Wegner tentang lantai samudra (seafloor) pada tahun 1960-an. Lempeng tektonik memiliki tebal sekitar 100 km (60 mill) yang terdiri dari dua jenis bahan pokok yaitu kerak samudra (disebut juga sima yang terdiri dari silikon dan magnesium) dan kerak benua (disebut juga sial yang terdiri dari silicon dan megnesium). Komposisi dari dua jenis lapisan terluar atau kulit dari kerak samudra adalah batuan basalt (mafic) dan kerak benua terdiri dari batuan granitic yang prinsip kepadatannya rendah. Permukaan bumi terdiri dari 15 lempeng besar (mayor) dan 41 lempeng kecil (minor), 11 lempeng kuno dan 3 dalam orogens, dengan jumlah keseluruhan 70 lempeng tektonik yang tersebar di seluruh permukaan bumi. Lempeng mayor di bumi di anataranya :
• African Plate covering Africa – Continental plate Afrika Plate meliputi Afrika – Benua piring
• Antarctic Plate covering Antarctica – Continental plate Antarctic Plate meliputi Antartika – Benua piring
• Australian Plate covering Australia – Continental plate Australia Plate meliputi Australia – Benua piring
• Indian Plate covering Indian subcontinent and a part of Indian Ocean – Continental plate Indian Plate meliputi anak benua India dan merupakan bagian dari Samudra Hindia – Benua piring
• Eurasian Plate covering Asia and Europe – Continental plate Eurasian Plate meliputi Asia dan Eropa – Benua piring
• North American Plate covering North America and north-east Siberia – Continental plate
• South American Plate covering South America – Continental plate
• Pacific Plate covering the Pacific Ocean – Oceanic plate
Lempeng tetonik memiliki nama yang berbeda – beda sesuai tempat atau asal lempeng itu berada. Pada 225 juta tahun yang lalu, seluruh daratan di bumi ini merupakan satu kesatuan yang disebut dengan Benua Pangaea pada zaman permian. Pergerakan lapisan bumi terus terjadi saat 200 juta tahun yang lalu pada zaman triassic terbagi menjadi 2 Benua Laurasia dan Benua Gondwanaland. Pergerakan lapisan bumi terjadi hingga saat ini terbagi menjadi 5 belahan benua. Perubahan keadaan permukaan bumi terjadi selama 4 zaman kurang lebih selama 225 juta tahun. Perubahan permukaan bumi ini yang mengakibatkan adanya batas – batas lempeng tektonik di masing – masing lapisan bumi. Pergerakan yang berasal dari tenaga endogen ini mengakibatkan sebuah siklus batuan dalam peroses pergeseran lempeng.
Dari Gambar diatas dapat dilihat titik – titik terjadinya gempa di dunia. Dan titik – titik tersebut terletak di perbatasan lempeng yang satu dengan yang lainnya. Gempa yang terjadi di akibatkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Dan apabila dilihat pada daerah Indonesia yang merupakan daerah ternbanyak yang dilewati oleh titik – titik gempa yang tersebar di seluruh nusantara. Disebelah barat hingga ke selatan dari Indonesia dibatasi oleh lempeng tektonik, disebelah utara dibatasi dengan lempeng yang berbeda, dan dibagian timur dibatasi dengan lempeng yang berbeda pula. Jadi Indonesia dibatasi oleh 3 lempeng mayor dunia yang berbeda. Maka dari itu Indonesia memiliki titik gempa yang tersebar hampir diseluruh nusantara. Negeri kita tercinta berada di dekat batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Jenis batas antara kedua lempeng ini adalah konvergen. Lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Selain itu di bagian timur, bertemu 3 lempeng tektonik sekaligus, yaitu lempeng Philipina, Pasifik, dan Indo-Australia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, subduksi antara dua lempeng menyebabkan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain adalah Bukit Barisan di Pulau Sumatra dan deretan gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa, Bali dan Lombok, serta parit samudra yang tak lain adalah Parit Jawa (Sunda). Lempeng tektonik terus bergerak. Suatu saat gerakannya mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini terjadi, timbullah gempa dan tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Jadi, tidak heran bila terjadi gempa yang bersumber dari dasar Samudra Hindia, yang seringkali diikuti dengan tsunami, aktivitas gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra dan Jawa juga turut meningkat.
Indonesia terletak pada jalur gunungapi tersebut dan merupakan negara dengan jumlah gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan jalur yang hampir mirip dengan pola penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas kegunungapiannya tergantung pada batas lempengnya. Hubungan ini menunjukkan bahwa volkanismamerupakan salah satu produk penting sistem tektonik. Akibatnya berbagai gejala alam di Indonesia sering terjadi. Yang salah satunya banyak di jumpai gunung api di bagian selatan Indonesia yang merupakan buah karya dari pergerakan lempeng Ino-Australian dengan lempeng Eurasian.
Jumlah gunung api di Indonesia 177 gunung api, Sert gunung api juga di temui di daerah sebagain dari pulau halmahera dan sebagian dari pulau sulawesi yang merupakan tempat pertemuan lempeng pasifik dengan lempeng eurasian. Dari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat menarik. Kepentingannya terletak pada rupabuminya, jenis dan sebaran endapan mineral serta energi yang terkandung di dalamnya, keterhuniannya, dan ketektonikaannya. Oleh sebab itulah, berbagai anggitan (konsep) geologi mulai berkembang di sini, atau mendapatkan tempat untuk mengujinya (Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993). Inilah wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang terluas di dunia (Paparan Sunda dan Paparan Sahul), dengan satu-satunya pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika sehingga bersalju abadi (Pegunungan Tengah Papua), dan di sini pulalah satu-satunya di dunia terdapat laut antarpulau yang terdalam (-5000 meter) (Laut Banda), dan laut sangat dalam antara dua busur kepulauan (-7500 meter) (Dalaman Weber). Dua jalur gunungapi besar dunia bertemu di Nusantara. Beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia. Indonesia pun dibentuk oleh pertemuan dua dunia : asal Asia dan asal Australia. Ini mengakibatkan begitu kayanya biodiversitas Indonesia. Meskipun Indonesia hanya meliputi sekitar 4 % dari luas daratan di Bumi, tidak ada satu negeri pun selain Indonesia yang mempunyai begitu banyak mamalia, 1/8 dari jumlah yang terdapat di dunia). Bayangkan, satu dari enam burung, amfibia, dan reptilia dunia terdapat di Indonesia; satu dari sepuluh tumbuhan dunia terdapat di Indonesia (Kartawinata dan Whitten, 1991).
Indonesia juga memiliki keanekaragaman ekosistem yang lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan negara tropika lainnya. Sejarah geologi dan geomorfologinya yang beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah mengakibatkan terbentuknya banyak jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan bakau dan vegetasi pantai lainnya, gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan lain-lain. Salah satu jalur timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara, daerahnya mempunyai akumulasi minyak dan gasbumi yang tergolong besar. Meskipun berumur muda, batubara Indonesia yang jumlahnya cukup besar dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Tak kalah pentingnya adalah endapan nikel dan kromit yang terbawa oleh tesingkapnya kerak Lautan Pasifik di beberapa wilayah di Indonesia Timur. Bagian tertentu Indonesia sangat baik untuk dihuni. Ini tidak hanya berlaku saat ini yang memungkinkan orang dapat bercocok tanam dan memperoleh hasil yang baik karena tanah subur dan air yang berlimpah, tetapi juga pada masa lampau, sebagaimana terbukti dengan temuan fosil manusia purba di beberapa tempat di Indonesia. Maka, Indonesia penting dalam dunia paleoantropologi sebagai salah satu pusat buaian peradaban manusia di dunia.
Semua kepentingan dan keunikan geologi Indonesia ini timbul karena latar belakang perkembangan tektonik wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya tiga lempeng besar dunia : Eurasia – Hindia-Australia – Pasifik yang menghasilkan deretan busur kepulauan dan jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan khas, pengendapan sumber energi yang melimpah, dan rupabumi yang menakjubkan (Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993). Busur Sunda: Produk Geodinamika Regional Sistem penunjaman Sunda merupakan salah satu contoh yang baik untuk menunjukkan hubungan geodinamika Indonesia dengan geodinamika regional. Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung, punggungan muka busur, cekungan muka busur, dan busur vulkanik. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Kemiringan ini terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan arah tunjaman yang tidak 90o. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir (Katili, 1989; Hamilton, 1989) Menurut Hamilton (1989) Palung Sunda bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi merupakan salah satu jejak sistem penunjaman busur Sunda. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Sedimen dalam palung terdiri dari sedimen klastik turbidit longitudinal, serta menunjukkan pembentuk lantai samudera dan asal turbidit. Sedimen klastik tersebut terutama berasal dari Sungai Gangga dan Brahmaputra di India, yang berjarak 3.000 km dari palung. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Dinamika akresi dapat ditunjukkan oleh imbrikasi internal serta pertumbuhan vertikal dan horisontal material terakresi, yang merupakan hasil penggilasan simultan yang disertai pemencaran oleh gravitasi. Punggungan muka busur mengalami migrasi, relatif menuju ke arah kraton. Formasi bancuh di busur akresi dihasilkan oleh oleh penggerusan yang berhubungan dengan subduksi, bukan oleh luncuran di lereng punggungan akresi. Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman Sunda dengan lebar 150 – 200 km. Bagian dasar cekungan Jawa dan Sumatera mempunyai kecepatan tipikal litosfer samudera, dengan kecepatan di sektor Sumatera lebih besar dari litosfer samudera. Busur vulkanik yang sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Busur magmatik ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan (oceanic island arc) di Bali dan Lombok. Komposisi vulkanik muda bervariasi secara sistematis yang berkesesuaian antara karakter litosfer dengan magma yang dierupsikan. Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara – Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah – Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. Provinsi Jawa bermula dari Sumba sampai Selat Sunda. Di propinsi ini palung Sunda mempunyai kedalaman lebih dari 6.000 m. Saat ini konvergensi sepanjang propinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun dengan sudut penunjaman antara 5o – 8o. Sedimen memiliki ketebalan antara 200 – 900 m. Imbrikasi di bawah punggungan muka busur mempunyai ketebalan lebih dari 10 km. Palung hanya berisi sedimen tipis dengan sedikit sedimen pelagis. Kerangka tektonik utama antara Jawa dan Sumatera secara umum dipotong oleh selat Sunda yang dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama pemisah propinsi Jawa dan Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan batas sebagai batas tenggara lempeng Burma. Namun apabila dicermati dari data geofisika tang ada, batas Jawa dan Sumatera terletak di sekitar Banten dan Jawa Barat. Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung yang berangsur menurun dari 6.000 – 5.000 m. Sedimen dasar palung mempunyai ketebalan sekitar 2 km di utara dan 1 km di selatan. Penunjaman miring dengan komponen penunjaman menurun ke utara antara 7,0 – 5,7 cm/tahun.
Komponen pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini diasumsikan sangat berperan dalam membentuk sistem strike slip fault di Sumatera. Pada Propinsi Sumatera Utara – Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur sumbu palung menajam ke barat, dan di barat-laut Pulau Simalur cenderung ke utara – barat-laut. Palung mempunyai kedalaman berkisar antara 3.500 – 5.000 m. Pertemuan di sepanjang propinsi ini sangat miring dan kecepatan penunjaman ke arah utara mengalami penurunan 5,6 – 4,1 cm/tahun. Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara – selatan dengan kedalaman sekitar 3.000 m. Di propinsi ini pertemuan lempeng sangat miring, dengan kisaran kecepatan penunjaman berkisar antara 0,7 – 0,2 cm/tahun. Komponen lateral ini dipengaruhi oleh pemekaran di laut Andaman, dengan lempeng Burma memisah ke arah barat daya dari lempeng Eurasia. Palung Burma mempunyai kedalaman kurang dari 3.000 m. Di sini punggungan muka busur menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka busur menjadi palung sebelah barat dari Lembah Burma. Sudut penunjaman yang sangat miring. Ketebalan endapan di propinsi ini sekitar 8.000 – 10.000 m. Komponen gerak lateral ini mempengaruhi terbentuknya sesar Sagaing di Burma. Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda Sesar besar Sumatra dan Pulau Sumatra merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan akibat tektonik regional pada pola tektonik lokal. Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979). Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982). Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman. Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas penunjaman, (2) lokasi gunungapi umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar, (3) cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama, (4) punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana, (5) sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh, dan (6) sudut kemiringan tunjaman relatif seragam. Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) sesar Sumatera berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer dari garis penunjaman, (2) busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatera, (3) kedalaman cekungan busur muka 1 ~ 2 kilometer, (4) punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam, (5) homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya, dan (6) sudut kemiringan penunjaman sangat tajam. Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1) sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi memotong arah penunjaman, (2) busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2 ~ 0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring , (4) busur luar terpecah-pecah, (5) homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik, dan (6) sudut kemiringan penunjaman beragam. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini mengakibatkan adanya pembagian / penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus dengan arah zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi oleh sesar Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament, 1992). Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatera (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen sejajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut. Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa kenaikan slip-rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 milimeter / tahun, di Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter / tahun, di Kepahiang sebesar 11 milimeter / tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11 milimeter / tahun (Zen dkk, 1991) Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India–Australia dengan arah tumbukan 10°N ~ 7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60 ~ 200 kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S ~ 5.9°S), segmen Semangko (5.9°S ~ 5.25°S), segmen Kumering (5.3°S ~ 4.35°S), segmen Manna (4.35°S ~ 3.8°S), segmen Musi (3.65°S ~ 3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S ~ 2.75°S), segmen Dikit (2.75°S ~ 2.3°S), segmen Siulak (2.25°S ~ 1.7°S), segmen Sulii (1.75°S ~ 1.0°S), segmen Sumani (1.0°S ~ 0.5°S), segmen Sianok (0.7°S ~ 0.1°N), segmen Barumun (0.3°N ~ 1.2°N), segmen Angkola (0.3°N ~ 1.8°N), segmen Toru (1.2°N ~ 2.0°N), segmen Renun (2.0°N ~ 3.55°N), segmen Tripa (3.2°N ~ 4.4°N), segmen Aceh (4.4°N ~ 5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N ~ 5.9°N) Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda. Di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Australia mengkontruksikan busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman antara propinsi Jawa dan propinsi Sumatera Selatan busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat (gambar 2.6) menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan pembangingan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga. Tektonik Indonesia Barat dan Timur Pembahasan tatanan teknonik Indonesia menggunakan pendekatan tektonik lempeng telah lama dilakukan. Aplikasi teori ini untuk menerangkan gejala geologi regional di Indonesia dilakukan oleh Hamilton (1970, 1973, 1978), Dickinson (1971), dan Katili (1975, 1978, 1980). Secara setempat-setempat Audley-Charles (1974) menerapkan teori ini untuk menjelaskan gejala geologi kawasan Pulau Timor, Rab Sukamto (1975) dan Simanjuntak (1986) menerapkannya untuk memahami keruwetan Sulawesi. Sartono (1990) mengemukakan bahwa tatanan tektonik Indoenesia selama Neogen yang dipengaruhi oleh tatanan geosinklin pasca Larami. Busur-busur geosiklin ini merupakan zona akibat proses tumbukan kerak benua dan samudra. Kerak benua yang bekerja pada waktu itu terdiri dari kerak benua Australia, kerak benua Cina bagian selatan, benua mikro Sunda, kerak samudra Pasifik, dan kerak samudra Sunda. Tumbukan Larami tersebut membentuk busur-busur geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan Halmahera-Papua. Peta anomali gaya berat dapat menunjukkan dengan baik pola hasil tektonik ini. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan Sunda yang relatif stabil. Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran Kalimantan serta peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi Indonesia Barat (Katili dan Hartono, 1983, dan Katili, 1986; dalam Katili 1989). Sementara keberadaan benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sesar (Katili, 1973 dan Pigram dkk., 1984 dalam Sartono, 1990) sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Manfaat dari tatanan lempeng tektonik Indonesia Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya penyebaran batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan geologi Indonesia yang rumit. Berkenaan dengan hal tersebut, maka usaha-usaha penelusuran keberadaan mineral ekonomis telah dilakukan oleh banyak orang. Mineral ekonomis adalah mineral bahan galian dan energi yang mempunyai nilai ekonomis. Mineral logam yang termasuk golongan ini adalah tembaga, besi, emas, perak, timah, nikel dan aluminium. Mineral non logam yang termasuk golongan ini adalah fosfat, mika, belerang, fluorit, mangan. Mineral industri adalah mineral bahan baku dan bahan penolong dalam industri, misalnya felspar, ziolit, diatomea. Mineral energi adalah minyak, gas dan batubara atau bituminus lainnya. Belakangan panas bumi dan uranium juga masuk dalam golongan ini walaupun cara pembentukannya berbeda. (Sudradjat, 1999) Keberadaan Mineral Logam Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas magmatisme dan vulkanisme, pada saat proses magmatisme akhir (late magmatism), pada suhu sekitar 200oC. Westerveld (1952) menerbitkan peta jalur kegiatan magmatik. Dari peta tersebut dapat diperkirakan kemungkinan keterdapatan mineral logam dasar yang pembentukannya berkaitan dengan kegiatan magmatik. Carlile dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data mutakhir Simanjuntak (1986), Sikumbang (1990), Cameron (1980), Adimangga dan Trail (1980), memaparkan busur-busur magmatik seluruh Indonesia sebagai dasar eksplorasi mineral. Teridentifikasikan 15 busur magmatik, 7 diantaranya membawa jebakan emas dan tembaga, dan 8 lainnya belum diketahui. Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam tersebut adalah busur magmatik Aceh, Sumatera-Meratus, Sunda-Banda, Kalimantan Tengah, Sulawesi-Mindanau Timur, Halmahera Tengah, Irian Jaya. Busur yang belum diketahui potensi sumberdaya mineralnya adalah Paparan Sunda, Borneo Barat-laut, Talaud, Sumba-Timor, Moon-Utawa dan dataran Utara Irian Jaya. Jebakan tersebut merupakan hasil mineralisasi utama yang umumnya berupa porphyry copper-gold mineralization, skarn mineralization, high sulphidation epithermal mineralization, gold-silver-barite-base metal mineralization, low sulphidation epithermal mineralization dan sediment hosted mineralization. Jebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika kegiatan fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah. Proses ini dikenal sebagai proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal dan suhu rendah. Proses ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan vulkanik (volcanic hosted rock) maupun di batuan sedimen (sedimen hosted rock), yang lebih dikenal dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn terdapat di Erstberg (Sudradjat, 1999). Skarn Erstberg berupa roofpendant batugamping yang diintrusi oleh granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur geologi setempat. Sebagai sebuah roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik contact sampai metamorphic zone (Juharlan, 1993). Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini terdapat pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan gunungapi muda berumur kurang dari 70 juta tahun. Sebagian besar host rock merupakan batuan vulkanik, dan hanya beberapa yang merupakan sediment hosted rock. Cebakan emas epitermal umumnya terbentuk pada bekas-bekas kaldera dan daerah retakan akibat sistem patahan. Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai sistem porfiri (porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua, dengan mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih utama kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain terdapat di Pongkor dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratotok di Minahasa. Lingkungan lain adalah kondisi gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut yang masuk ke dalam tubuh bumi berperan membawa larutan mineral ke permukaan dan mengendapkannya. Contoh terbaik atas proses ini terjadi di Pulau Wetar, yang menghasilkan mineral barit. Proses pengkayaan batuan karena pelapukan dikenal dengan nama pengkayaan supergen. Batuan granitik yang lapuk akan menghasilkan mineral pembawa aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat berhubungan dengan keberadaan jalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua bersifat asam, sehingga menghasilkan baruan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini antara lain terjadi di Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Bintan. Peridotit terbentuk di lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral berat besi, nikel, kromit, magnesium dan mangan. Keberadaannya di permukaan disebabkan oleh lempeng benua Pasifik yang terangkat ke daratan oleh proses obduksi dengan lempeng benua Eurasia, yang kemudian “disebarkan” oleh sesar Sorong (Katili, 1980) sebagai pulau-pulau kecil di berada di kepulauan Maluku. Pelapukan akan menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut dan tak terlarut. Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium, serta membawa mineral besi, nikel, kobalt, silikat dan magnesium silikat dalam bentuk koloid yang mengendap. Endapan kaya nikel dan magnesium oksida disebut krisopas, dan cebakan nikel ini disebut saprolit. Proses pelapukan peridotit akan menghasilkan saprolit, batuan yang kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian kepulauan Maluku, antara lain di pulau Gag, Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999). Keberadaan Minyak dan Gas Bumi Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini memiliki peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di Indonesia. Dengan demikian peran minyak dan gas bumi dalam peningkatan perolehan devisa negara masih sangat diperlukan. Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di berbagai tempat dengan elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-cekungan besar di wilayah Asia Tenggara merepresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada, yaitu cekungan busur muka (forearc basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan intra kraton (intracratonic basin), dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona tumbukan (collision zone basin). Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui ada sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial. Diantaranya basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll. Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapangan-lapangan minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat flow dari proses penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gaya-gaya kompresi telah menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap struktur sebagai tempat akumulasi hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci, perkembangan sistem cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tatanan struktur geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin menentukan perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984). Perulangan gaya kompresif dan ekstensional dari proses peregangan berarah utara-selatan mempengaruhi pola pembentukan antiklinorium dan cekungan Palembang yang berarah N300oE (Pulunggono, 1986). Demikian pula pola sebaran cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat dipengaruhi oleh pola struktur berarah timur-barat (Brandsen & Mattew, 1992), sedang pola cekungan di Laut Jawa bagian barat-laut berarah berarah timur-laut – baratdaya, sedang pola cekungan di timur-laut berarah barat-laut – tenggara. Cekungan Kutai dan Tarakan merupakan cekungan intra kraton (intracratonic basin) di Indonesia. Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika terjadi proses penurunan cekungan dan sedimentasi yang bersifat transgresif, dan dilanjutkan bersifat regresif di Miosen Tengah (Barber, 1985). Pola-pola ini menjadiken pembentukan delta berjalan efektif sebagai pembentuk perangkap minyak bumi maupun batubara. Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan dengan kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula, Seram, Bituni dan Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi, serta Buton, merupakan cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985). Keberadaan endapan aspal di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro kontinen Tukang Besi dengan lengan timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono, 1999). Kehadiran minyak di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat dengan tepi benua Australia (Barber, 1985). Sumber dan reservoar hidrokarbon terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal serta di bagian bawah hanging-wall sesar sungkup (Simanjuntak dkk, 1994. Keberadaan Batubara dan Bituminus Parameter yang mengendalikan bembentukan batubara adalah (1) sumber vegetasi, (2) posisi muka air tanah (3) penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan, (4) penurunan yang terjadi setelah pengendapan, (5) kendali lingkungan geotektonik endapan batubara dan (6) lingkungan pengendapan terbentuknya batubara. Batubara lazim terbentuk di lingkungan (1) dataran sungai teranyam, (2) lembah aluvial, (3) dataran delta, (4) pantai berpenghalang dan (5) estuaria (Diessel, 1992). Batubara di Indonesia umumnya menyebar tidak merata, 60% terletak di Sumatera Selatan dan 30% di Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian besar batubara terbentuk di lingkungan litoral, paralik dan delta, sedang beberapa terbentuk di lingkungan cekungan antar pegunungan. Kualitas batubara umumnya berupa bituminous, termasuk dalam steaming coal. Antrasit berkualitas rendah karena pemanasan oleh intrusi ditemukan di Bukit Asam, Sumatera dan Kalimantan Timur sedang pematangan karena tekanan tektonik terbentuk di Ombilin, Sumatera Barat (Sudradjat, 1999). Urutan kualitas batubara cenderung menggambarkan umurnya. Selama ini batubara di Indonesia dihasilkan oleh cekungan berumur Tersier. Gambut berumur Resen sampai Paleosen, batubara sub bituminus berumur Miosen dan batubara bituminus berumur Eosen. Keberadaan Panasbumi Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki panas bumi terbesar di dunia. Panasbumi sebaai energi alternatif tidak mempunyai potensi bahaya seperti energi nuklir, serta dari sisi pencemaran jauh lebih rendah dari batubara. Keberadaan lapangan panas bumi tersebut secara umum dikontrol oleh keberadaan sistem gunungapi. Di Indonesia lapangan panasbumi tersebar di sepanjang jalur gunungapi yang memperlihatkan kegiatan sejak Kwarter hingga saat ini. Jalur ini merentang dari ujung barat-laut Sumatera sampai kepulau Nusatenggara, kemudian melengkung ke Maluku dan Sulawesi Utara. Pada jalur memanjang sekitar 7.000 km, dengan lebar 50-200 km tersebut, terdapat 217 lokasi prospek, terdiri dari 70 lokasi prospek entalpi tinggi (t > 200oC) dan selebihnya entalpi menengah dan rendah. Lapangan prospek tersebut tersebar di Sumatera (31), Jawa-Bali (22), Sulawesi (6), Nusatenggara (8) dan Maluku (3), dengan seluruh potensi mencapai 20.000 MWe, dengan total cadangan sekitar 9.100 Mwe. Pengembangan geotermal di Indonesia saat ini dikonsentrasikan di Sumatera, Jawa-Bali dan Sulawesi Utara. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut telah memiliki infrastruktur yang memadai serta memiliki pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi. (Sudrajat, 1982: Sudarman dkk., 1998) Mineralisasi Busur Vulkanik Jawa: Sebuah Contoh Busur vulkanik Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik Sunda-Banda yang membentang dari Sumatera hingga Banda, sepanjang 3.700 km yang dikenal banyak mengandung endapan bijih logam (Carlile & Mitchell, 1994). Batuan vulkanik hasil kegiatan gunungapi yang berumur Eosen hingga sekarang merupakan penyusun utama pulau Jawa. Terbentuknya jalur gunungapi ini merupakan hasil dinamika subduksi ke arah utara lempeng Samudera Hindia ke Lempeng Benua Eurasia (Katili, 1989) yang berlangsung sejak jaman Eosen (Hall, 1999). Kerak kontinen yang membentuk tepi benua aktif (active continent margin) mempengaruhi kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian barat, sedang kerak samudera yang membentuk busur kepulauan (island arc) mempengarui kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian timur (Carlile & Mitchell, 1994). Jalur penyebaran gunungapi di Indonesia terdiri dari jalur gunungapi tua (Tersier) dan muda (Kwarter), yang sejajar dengan jalur penunjaman. Kegiatan vulkanisma Tersier terjadi dalam dua perioda, yaitu perioda Eosen Akhir – Miosen Awal yang sebagian besar berafinitas toleitik dan perioda Miosen Akhir – Pliosen yang sebagian besar berafinitas alkali kapur K tinggi (Soeria-Atmadja dkk, 1991) beberapa batuan berafinitas shosonitik terdapat di Pacitan dan Jatiluhur (Sutanto, 1993). Berdasarkan pentarikhan umur dengan menggunakan metoda K/Ar, batuan volkanik Tersier tertua terdapat di Pacitan dengan umur 42,7, juta tahun, sedang termuda terdapat di Bayah dengan umur 2,65 juta tahun (Soeria-Atmadja, 1991). Kegiatan vulkanisma umumnya menghasilkan komposisi batuan bersifat andesitik. Beberapa singkapan batuan beku bersifat dasitik terdapat di beberapa tempat, misalnya intrusi dasit Ciemas Jawa Barat dan granodiorit Meruberi Jawa Timur serta retas-retas basalt yang banyak terdapat di Kulonprogo Yogyakarta dan Pacitan Jawa Timur (Soeria-Atmadja, 1991; Sutanto, 1993; Paripurno dan Sutarto, 1996). Pola ritmik initerjadi karena adanya perubahan sudut penunjaman. Sutanto (1993) mengelompokkan batuan vulkanik Jawa berdasarkan waktu terbentuknya, yaitu batuan-batuan vulkanik yang terbentuk oleh (1) Eosen-Oligosen awal, (2) vulkanisme Eosen-Miosen Akhir, (3) vulkanisme Eosen Akhir – Miosen Awal, (4) vulkanisme Miosen Tengah – Pliosen, serta (5) vulkanisme Kwarter. Batuan-batuan volkanik Tersier di atas dikenal sebagai batuan vulkanik kelompok Andesit Tua (van Bemmerlen, 1933), yang saat ini lebih dikenal dengan nama Formasi Jampang, Formasi Cikotok dan Formasi Cimapag untuk wilayah Jawa Barat; Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah Kebumen dan sekitarnya; Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Semilir, untuk kawasan Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi Giripurwo untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya; serta di Jawa Timur dikenal dengan nama Formasi Besole, Formasi Mandalika dan Fomasi Arjosari. Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai Sukamade Jawa Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation epithermal mineralization. Tipe lain berupa volcanogenic massive sulphide mineralization, misalnya terdapat di Cibuniasih; sedang tipe veins assosiated with porphyry system misalnya terdapat di Ciomas, dan sediment hosted mineralization hanya terdapat di beberapa tempat, misalnya di Cikotok. Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding yang terdapat di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat terdapat di Pongkor dengan kadar rata-rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991) dan jumlah cadangan lebih dari 98 ton Au dan 1.026 Ag (Milesi dkk, 1999). Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi umumnya menunjukkan umur yang relatif muda, Miosen Tengah – Pliosen. Pentarikhan pada beberapa urat di Pongkor menunjukkan umur 2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7 juta tahun, serta di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut memotong ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi oleh mikrodiorit berumur 4,5 juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada lingkungan vulkanik kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava bersusunan andesit-basalt yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara dan Sinambela, 1991). Gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi pada kita. Namun daibalik dari semua itu ada sisi baik dari sebuah bencana yang terjadi selama ini dengan kelimpahan selain sumber daya alam adalah berupa bahan tambang yang telah dapat kita nimati. Rasa syukur kita senantiasa menjauhkan kita dari bencana dan marabahaya yang sewaktu – waktu datang pada kita

Sabtu, 11 Mei 2013

7 Alasan Mahasiswa Telat Lulus


Melanglang buana ke sana ke mari mencari beberapa data, akhirnya gue menemukan fakta terhadap wabah 'telat lulus' yang melanda mahasiswa.

Ternyata 'telat lulus' itu punya beberapa pandangan di mata mahasiswa, bukan karena mereka gak mau atau gak mampu, tapi ada alasan lain selain itu. Itulah kenapa, persepsi gue yang awalnya mengira mahasiswa yang telat lulus adalah sebuah nasib, ternyata salah,
telat lulus itu bukan nasib, tapi pilihan, yakale.
Dalam perjalanannya mencari bukti-bukti empiris, gue melakukan wawancara ke beberapa responden mahasiswa yang udah terlalu tua di kampus dengan bertanya, "Kakak kapan lulus? Kok lulusnya lama? Emang kenapa?"

Perlu dicatat, mewawancarai mahasiswa yang udah terlalu lama di kampus itu ENGGAK GAMPANG, soalnya mereka termasuk ke dalam spesies manusia yang over sensitif, makanya setelah mewawancarai mereka, gue menderita luka bacok di sana-sini --"

Hmm.. luka ini gak seberapa kalo dibandingkan dengan data-data yang berharga. Penelitian itu emang seperti cinta, keduanya butuh perjuangan. *galau --"

Oke deh, berikut gue bahas "kenapa mahasiswa bisa telat lulus" sebagai berikut,

1. #horangkayah
Kita gak perlu heran sama mahasiswa-mahasiswa yang terlalu lama di kampus, karena sangat memungkinkan bahwa mereka adalah mahasiswa-mahasiswa sejahtera yang gak perlu lagi mikirin ijazah atau toga.

Sering kali kita suka berpikir dan bertanya, "Emang kuliah gak bayar ya?!"

Kalo pertanyaan itu ditujukan ke mahasiswa-mahasiswa kaya, mungkin mereka bakal ngejawab, "Emang kuliah itu seberapa mahal sih?" *kibas-kibas duit

2. Yang punya kampus
Kemungkinan berikutnya jika kita menemukan mahasiswa yang lebih mirip kayak dosen karena saking tuanya adalah bisa jadi dia yang punya kampus.

Yoi, terkadang mahasiswa yang beginian adalah mahasiswa yang semena-mena, mau lulus kapan terserah dia, bahkan kalo elo nemuin mahasiswa yang suka nitip absen atau tidur di kelas, saran gue HATI-HATI! Siapa tau dia yang punya kampus. :O

Nasihat Patrick

3. Sangat dicintai kampusnya
Mahasiswa yang lama di kampus bukan berarti dia gak mau lulus, bisa jadi karena kampus yang gak mau dia pergi karena saking cintanya sama mahasiswa ini. Terkadang kita juga sering menghadapi dosen yang seakan-akan gak mau ngelulusin kita, sadarilah sob, jangan selalu berpikir negatif sama dosen begini, bisa jadi beliau sangat cinta sama elo, saking cintanya beliau gak mau kehilangan.

4. Pengin masuk MURI
Mahasiswa yang banyak semesternya bisa jadi karena mahasiswa ini obsesi banget pengin masuk MURI. Kapan lagi ya kan bisa bikin rekor, "Mahasiswa dengan Semester Terbanyak."

5. Mau lulus bareng pacarnya
Menurut mahasiswa yang memilih lulus lama, kasus beginian emang menjadi sebuah dilemma. Mereka setia banget sampe harus nunggu pacarnya lulus, padahal sendirinya udah tingkat 7 sedangkan pacarnya baru maba. Cinta emang gak berbicara logika, ckckck.

6. Ikut tren yang salah
Menjadi sebuah risiko kalo mahasiswa selalu ngikutin tren-tren jaman sekarang. Waktu demam K-pop - dia bikin boyband, heboh gangnam style - dia joget di ruang bimbingan, demam harlem shake - dia lompat ke jurang. Ckckck... hina sekali. *kemudian gue dilempar ke danau

Sampe sampe orang tua di rumah juga nanyain,
"Nak, kapan kamu lulus?"
"Mungkin taun depan Mak."
"Loh kok lama banget?"
"Iya Mak, lulus telat lagi ngetren." *gagal
7. Antara skripsi dan pembimbing
Mungkin nomer 7 menjadi alasan yang paling logis di antara semua alasan, hehe *dikeplak.

Skripsi dan pembimbing, dua hal ini selalu dijadikan alibi mahasiswa telat lulus sebagai alasan utama. Mereka jadi terkesan nyalahin pembimbing karena yang memperlambat kelulusannya, padahal judul skripsi aja belom dapet.
"Kok elo lulus lama sih?"
"Iya nih! Gara-gara pembimbing gue."
"Oh... emang judul skripsi elo apa?"
"Hehe... belom dapet." (_ _")>
Hmm... kalo elo merasa kayak mahasiswa begini atau nemuin mahasiswa yang selalu mencari kambing hitam, saran gue sembeleh aja mereka.

Hmm.. maksud gue gini, dibimbing aja lama, gimana kalo gak dibimbing?#emangnusuk.

So, apapun keadaannya, berterima kasih lah kepada pembimbingmu, uhuk. Hormati mereka, maka mereka akan menghormati elo. Kalo pun elo menemukan pembimbing yang kurang baik (baca: nyebelin), biarlah Tuhan yang membalas.

[end]

Mungkin ada alasan lainnya kenapa mahasiswa memilih lama lulus yang belom gue temukan, untuk itu gue harus terus mencarinya. *terbang naek naga

"Skripsi itu gampang... "

"Skripsi itu gampang... "

Apa tanggepan elo ketika pertama kali ngebaca (ngedenger) pernyataan di atas? Pasti BUSUK! Iya, emang busuk banget (sorry sotoy).

Gimana perasaannya, ketika elo udah jumpalitan kayang muntaber jedot tembok cetar badai ulala kecapean ngerjain skripsi yang susahnya kayakmakan bakso gak pake mangkok (itu gimana ya?), tiba-tiba ngedenger kalimat,
"Sesusah apa sih skripsinya? Kayaknya lama banget... skripsi kan gampang... "
Saran: Kalo ada yang ngomong begitu, santai aja sambil melangkah nyetop angkot, pinjem angkotnya, tabrak yang ngomong sambil siul-siul gak berdosa.
Ya gondok lah ya, huhuhu. Tapi apa boleh buat kalo yang berstatement begitu adalah dosbing sendiri, ikhlasin aja Sob ikhlasin. *duduk di pojokan tak berdaya

***

Anyway, ada 3 jenis manusia yang bisa ngomong kalo skripsi itu gampang: 1) dosen, 2) mahasiswa yang udah beres skripsi, 3) tukang fotocopy.

Iyesss, dosen bisa ngomong kalo 'skripsi itu gampang', ya karena bukan mereka yang ngerjain (-__-)a; mahasiswa yang udah beres skripsi terus ngomong 'skripsi itu gampang', ya jelas mahasiswa itu lagi nyari ribut; dan tukang fotocopy bisa ngomong 'skripsi itu gampang', ya karena mereka cuma nge-COPY doank!
Sungguhlah tidak bijak sahabatku yang super, jika sekonyong-konyong seorang insan manusia bertutur kata, "skripsi itu mudah". 
Well, skripsi itu tidak mudah... karena skripsi itu perjuangan. Jika skripsi itu mudah, nyari pekerjaan akan makin susah, karena semua orang bisa jadi sarjana. *tiba-tiba Mario Teguh
*kembali pake wig

Bener donk, kalo misal nyekripsi itu gampang, tukang ojeg gak bakal jadi tukang ojeg, karena dia bakal bergelar S.Jg (Sarjana Ojeg), yakale. Makanya, skripsi itu emang gak mudah Sob, berbanggalah... *ngapain juga. (._.")

Skripsi itu gak mudah karena butuh kerja keras en kerja cerdas. Malah saking susahnya, ada mahasiswa yang sampe bunuh diri karena skripsi loh... namanya Joy Loboyakale.

Ya gitu deh, kalo gue jadi mereka (3 spesies manusia yang gue sebut di atas), gue gak akan bilang semena-mena kalo skripsi itu gampang (kecuali kalo keceplosan, hehehe *dipukpuk pake kampak). Beneran deh, gue akan tetep menghargai mahasiswa yang mengerjakan skripsinya dengan susah payah, karena gue juga kesusahan (_ _")>

Gue juga yakin, sepinter-pinternya mahasiswa, mereka juga bakal kesusahan nyekripsi, seenggaknya mereka bakal repot kalo pas nyekripsi tiba-tiba lepi-nya meledug, yakale.

Tapi... janganlah terus menganggep skripsi itu susah Sob (mau gue apa sih?!)... maksudnya gini Sob, susahnya kebanyakan mahasiswa kita, mereka selalu gampang MIKIR susah, padahal dikerjain juga belom, *hina.
Dikerjain aja dulu skripsinya, kalo susah, jangan menyerah... cukup lambai tangan ke kamera. *gagalbijak *dilempar kulkas
After all, skripsi itu emang baik Sob, dan akan lebih baik kalo enggak ada skripsi. (y)

*kejar-kejaran sama rektor

skripsit.com

Skripsi enggak usah bagus-bagus yang penting bisa lulus

Skripsi gak perlu Bagus, yang penting bisa Lulus
Gue pernah diskusi sama kakak kelas yang (maap) lama banget gak lulus-lulus. Waktu itu kita ngobrol di pelataran masjid, sengaja kita ngobrol di sana, biar syariah. Ngobrol ngalor-ngidul, ujung-ujungnya nanyain skrpsi gue --"
"Sam, penelitian kamu udah jalan?"
"Belum kak, belom dapet judul nih."
"Oh, judul mah gak usah bagus-bagus, yang penting cepet lulus."
"Oooh.. dulu kakak gitu juga?", terkesan dan kepo.
"Iya donk, judul skripsi kakak biasa aja.", bangga dan stay cool.
"Wow, iya juga ya. Tapi kok kakak lulusnya tetep lama?", nanyabaikbaik.
"..."

Gue di-fatality kakak kelas.
----

Masalah pertama yang dihadapi mahasiswa tingkat akhir adalah penentuan judul penelitian yang kiranya bakal dengan mudah di-ACC dosen. Itulah yang menyebabkan waktu kelulusan mahasiswa sangat banyak variable yang mempengaruhi, enggak hanya judul skripsinya, tapi karena faktor pembimbingnya. Gimana enggak, mahasiswa sih penginnya judul yang sederhana, tapi yang enggak mau sederhana biasanya dosennya, tragis.

Emang bener kalo dipikir-pikir, kayaknya dosen-dosen kebanyakan saat ini punya modus balas dendam deh, (kecuali dosen pembimbing gue, xixixixi). Karena latar belakang pemikiran tersebut, iseng-iseng gue berhipotesa,
"Dosen pembimbing killer adalah mantan mahasiswa yang ter-bully oleh dosen pembimbing killernya sendiri."
But anyway, kita perlu sadari satu hal bahwa, dosen killer itu tetap dosen yang baik dan harus kita hormati karena telah membimbing kita, walaupun akan lebih baik kalo enggak ada dosen killer, hehehe. *lari

Gak cuma itu, ada sudut pandang lain, mahasiswa yang memilih judul skripsi yang ribet, alasan mereka adalah biar terkesan keren, makanya kebanyakan mahasiswa yang salah kaprah malah jadinya berobsesi nyari judul skripsi yang rumit. Sayangnya, ketika skripsinya udah beres, skripsinya cuma jadi pajangan, hinasekali.

Oleh karena itu, ketika ada yang nanya ke gue soal judul skripsi,
"Sam, kok judul elo sederhana banget sih?!"
"Hmm.. gue gak mau yang keren-keren, nanti dikira ria."
"..."
----

Hidup ini penuh misteri, so enggak ada alasan kalo'susah nyari judul skripsi', asik.

Yoi, wajarlah kalo gue bilang skripsi itu kehidupan, karena hidup penuh penelitian. Hidup ini emang masih banyak hal yang perlu diteliti, sayangnya kebanyakan orang disetting berpikir rumit, karena alasan 'yang rumit lebih terkesan keren, yang gampang dimengerti justru kampungan'. Padahal, temen seangkatan mbah gue yang namanya Albert Einstein pernah bilang, "Jenius adalah mampu mengubah hal rumit menjadi lebih mudah dimengerti.", uhuk.

Untuk itu, buatlah penelitian yang mudah dimengerti, biar jadi orang jenius, okesip.

Fenomena-fenomena sederhana sering terlintas di kehidupan kita, contohnya kemaren kasus UN SMP & SMA. Kasus begitu terlintas sederhana, padahal banyak dilemmanya, coba deh buat mahasiswa pendidikan, bikin penelitian tentang, "Kefektifitasan UN dalam penentuan kelulusan SMP & SMA.", atau "Kefektifitasan skripsi sebagai syarat sebagai sarjana.", hehehe *dikeplak rektor

Atau fenomena ke-stres-an mahasiswa tingkat akhir, coba buat mahasiswa psikologi, bikin penelitian tentang, "Skripsi sebagai faktor yang menimbulkan gangguan jiwa mahasiswa tingkat akhir.", atau buat mahasiswa teknik nih, coba bikin penelitian tentang, "Teknik lulus lebih cepat.", pft.

------
"Skripsi enggak usah bagus-bagus yang penting bisa lulus."
Dulu sih gue enggak sepakat dengan nasihat kakak kelas gue itu, tapi sekarang gue tau, bahwa skripsi emang enggak perlu bagus, tapi tetep harus berkualitas. Yoi, skripsi yang bagus belum tentu berkualitas, tapi skripsi yang berkualitas udah pasti bagus, (walaupun cuma penelitian yang sederhana).

Kembali kita luruskan niat, jangan niatin diri karena pengin dipuji, karena bakal terkesan percuma kalo kita ngoyo bikin penelitian yang keren, tapi setelah lulus cuma jadi pajangan di perpustakaan. Ingatlah 3 aspek dalam tridharma perguruan tinggi, 1) pendidikan, 2) penelitian, 3) pengabdian kepada masyarakat.

Intinya, bukan kewajiban judul skripsi harus bagus, karena skripsi itu bukan prioritas bikin penemuan, tapi lebih belajar kepada pemahaman metodologi, asik.

In chase, hal yang wajib adalah membuat penelitian yang berkualitas dan berguna, yang enggak cuma jadi literature ilmiah, tapi juga mudah dimengerti oleh masyarakat luas (yang notabene enggak banyak yang kuliah).

Sorry, ini bahasa dewa.

skripsit.com

Rabu, 08 Mei 2013

FUNGSI EVALUASI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR


Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dan tujuan eval uasi itu sendiri. Di dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan di muka tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai di mana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi itu dalam proses belajar-mengajar.
Secara lebih rinci, fungsi evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi, yaitu:
1.      Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi yang diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan unuk memperbaiki cara belajar siswa (fungsi formatif) dan atau untuk mengsi rapor atau Surat Tanda Tamat Belajar, yang berarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus-tidaknya seorang siswa dan suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).
2.      Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan  satu sama lain. Komponen komponen dimaksud antara lain adalah tujuan,  materi atau bahan pengajaran, metode dan kegiatan belajar-mengajar, alat dan sumber pelajaran, dan prosedur serta alat evaluasi.
3.      Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK). Hasil-hasil evaluasi yang telah dilaksanakan oleh guru terhadap siswanya dapat dijadikan sumber informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para konselor sekolah atau guru pembimbing lainnya seperti antara lain:
ü  ntuk membuat diagnosis mengenai kelemahan-kelemahan dan kekurangan atau kemampuan siswa.
ü  Untuk mengetahui dalam hal-hal apa seseorang atau sekelompok siswa mememerlukan pelayana remedial.
ü  Sebagai dasar dalam menangafli kasus-kasus tertentu di antara siswa.
ü  Sehagai acuan dalam melayani kebutuhan-kebutuhan siswa dalam rangka bimbingan karier.
4.      Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang
bersangkutan. Seperti telah dikemukakan di muka, hampir setiap saat guru melaksanaka kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan bealajar siswa dan menilai program pengajaran, yang berarti pula menilai isi atau materi pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum. Seorang guru yang dinamis tidak akan begitu saja mengikuti apa yang tertera di dalam kurikulum, ia akan selalu berusaha untuk menentukan dan memilih materi materi mana yang sesuai dengan kondisi siswa dan situasi lingkungan serta perkembangan masyarakat pada masa itu. Materi kurikulum yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat akan ditinggalkannya dan diganti dengan materi yang diangap sesuai. Benar apa yang dikatakan oleh para pakar kurikulum bahwa pada hakikatnya kurikulum sekolah ditentukan oleh guru.
Meskipun pada umumnya di Indonesia kurikulum sekolah disusun seacra nasional dan berlaku untuk semua sekolah yang sejenis dan setingkat, guru-guru dapat ikut serta menyusun kurikulum, atau duduk dalam panitia penyusun kurikulum, atau setidak-tidaknya memberikan saran dan pendapatnya. Sebaliknya, panitia penyusun kurikulum biasanya mencari rnasukan-masukan dari para pelaksana kurikulum di lapangan, termasuk para pengawas-penilik, kepala sekolah, dan guru-guru. Demikianlah betapa penting peranan dan fungsi evaluasi bagi pengembangan dan perbaikan k irikulum.

Oseanografi

Oseanografi terdiri dari dua kata: oceanos yang berarti laut dan graphos yang berarti gambaran atau deskripsi (bahasa Yunani). Secara sederhana kita dapat mengartikan oseanografi sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut. Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti kita ketahui bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, bagian cair yang disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer. Sementara itu bagian yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam biosfer.

Sebelum melangkah pada uraian yang lebih jauh, mungkin ada di antara anda yang bertanya: "Apa bedanya oseanografi dan oseanologi?" Kalau kita melihat pada beberapa ensiklopedia yang ada, oseanografi dan oseanologi adalah dua hal yang sama (sinonim). Namun, dari beberapa sumber lain dikatakan bahwa ada perbedaan mendasar yang membedakan antara oseanografi dan oseanologi. Oseanologi terdiri dari dua kata (dalam bahasa Yunani) yaitu oceanos (laut) dan logos (ilmu) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang laut. Dalam arti yang lebih lengkap, oseanologi adalah studi ilmiah mengenai laut dengan cara menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional seperti fisika, kimia, matematika, dll ke dalam segala aspek mengenai laut. Anda tinggal pilih, mau setuju dengan pendapat pertama atau kedua.

Secara umum, oseanografi dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi air laut dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna di laut.

Studi menyeluruh (komprehensif) mengenai laut dimulai pertama kali dengan dilakukannya ekspedisi Challenger (1872-1876) yang dipimpin oleh naturalis bernama C.W. Thomson (berkebangsaan Skotlandia) dan John Murray (berkebangsaan Kanada). Istilah Oseanografi sendiri digunakan oleh mereka dalam laporan yang diedit oleh Murray. Murray selanjutnya menjadi pemimpin dalam studi mengenai sedimen laut. Keberhasilan dari ekspedisi Challenger dan pentingnya ilmu pengetahuan tentang laut dalam perkapalan/perhubungan laut, perikanan, kabel laut dan studi mengenai iklim akhirnya membawa banyak negara untuk melakukan ekspedisi-ekspedisi berikutnya. Organisasi oseanografi internasional pertama adalah The International Council for the Exploration of the Sea (1901).

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa lembaga penelitian dan perguruan-perguruan tinggi dalam bidang kelautan. Salah satu lembaga penelitian kelautan yang tertua di Indonesia adalah Lembaga Oseanologi Nasional, yang berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (disingkat menjadi LON-LIPI) yang kini telah berubah namanya menjadi Pusat Penelitian Oseanografi. Cikal bakal dari lembaga penelitian ini dulu bernama Zoologish Museum en Laboratorium te Buitenzorg yang didirikan pada tahun 1905.

Bahan bacaan:

* http://www.answers.com/topic/oceanography
* OceanLink

Written By : oseanografi.blogspot.com

IKLIM INDONESIA


Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.

IKLIM INDONESIA


Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.

IKLIM INDONESIA


Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.